Software bajakan sangat merajalela di Indonesia, betapa
tidak, dengan harga murah dan terjangkau bagi semua kalangan dapat menikmati
kecanggihan software komersial. Meskipun UU HaKI telah lama ada, namun tidak
dapat menekan angka pembajakan software secara signifikan. Pembajakan software
tidak henya di kalangan pengguna rumahan, tetapi juga di beberapa perusahaan,
sekolah dan instansi pemerintah. Pihak yang berwajib pun kini sering mengadakan
razia software bajakan di perusahaan-perusahaan, warnet dll.
Populernya software bajakan cukup beralasan, karena harga
software original cukup mahal, lihat saja OS Windows XP Home Edition seharga
800 ribuan, Microsoft Office 1,7 juta-4jutaan (tergantung versi dan edisi).
Bagi pengguna komputer kalangan menengah atas mungkin tidak masalah dengan
angka tersebut diatas, tapi bagi kalangan bawah??? (seperti saya.. hiks…!). Di
Indonesia, sebagian besar penduduk adalah kalangan menengah-bawah, mereka lebih
memilih menggunakan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup daripada membeli
sebuah lisensi software asli. Ini bukan kerena tidak menghargai Hak Kekayaan
Intelektual, tapi lebih mengarah peda pemenuhan kebutuhan.
Apakah bisa diberantas? Bisa! Tapi cukup sulit. Di bidang pendidikan, kurikulum
beberapa sekolah untuk mata pelajaran TIK menunjuk pada softwre tertentu, ini
akan menanamkan kergantungan pada software yang ditunjuk tadi. Di
sekolah-sekolah (SD,SMP,SMA) dalam kurikulumnya menunjuk pada
software-software komersial, contoh, microsoft office, corel draw dll. Alangkah
baiknya dalam kurikulum tersebut, microsoft office diganti menjadi aplikasi
office? Yang nantinya dapat bebas memilih software office yang digunakan dalam
proses belajar mengajar. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah, tapi yang
dipermasalahkan adalah lisensi yang digunakan sekolah tersebut, asli atau
bajakan? Kalau bajakan, tentu secara tidak langsung sekolah juga mengajarkan
pembajakan software kan? Di perguruan tinggi sebagian sudah tidak menunjuk pada
softwre yang spesifik, bahkan ada beberapa perguruan tinggi swasta dan negeri
memilih migrasi ke open source.
Solusinya?? Ada dua pilihan. Pertama, membeli lisensi software. Kedua, beralih
ke freeware dan open source. Pilihan pertama cukup memberatkan bagi kalangan
menengah bawah, namun bagi yang mampu, bukan masalah yang serius. Saya lebih
menganjurkan pada pilihan yang kedua, yaitu migrasi ke freeware dan open
source, selain lebih hemat, software open source dapat di-customize sesuai
kebutuhan. Penggunaan software open source cukup mudah, hanya perlu sedikit
pembiasaan saja. Mencoba menggunakan open source software? Mengapa tidak? Mari
kita bersama-sama mengurangi angka pembajakan dengan menggunakan software open
source dan meninggalkan software bajakan. GUNAKAN SOFTWARE ASLI DAN BERLISENSI!
(kalo ada Duit… hehehe….!)
Sumber: Google