Juventus
Football Club (dari bahasa Latin: iuventus: masa muda, diucapkan [juˈvɛntus]),
biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan nama Juve, merupakan sebuah
klub sepak bola profesional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont,
Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah
manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-2007, di Liga Italia Seri-A.
Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang
saat ini dimiliki oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan
lain seperti Fiat Automobile, tim F1 Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan
Maserati Automobile.
Juventus
merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A dengan raihan 28
gelar juara (Scudetto), dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di
dunia. Merujuk pada Federasi Sejarah & Statistik Sepak Bola Internasional,
sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi
klub terbaik Italia pada abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di
Eropa dalam waktu yang sama.
Secara
keseluruhan, klub ini telah memenangi 52 kejuaraan resmi. Dengan rincian 41 di
Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia. Sekaligus menjadikannya sebagai klub
tersukses keempat di Eropa, dan ketujuh di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang
diakui oleh enam organisasi konfederasi sepak bola, dan tentunya FIFA.
Klub
ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil memenangi gelar
Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa). Pada 1985, Juventus menjadi
satu-satunya klub di dunia yang berhasil memenangi seluruh kejuaraan piala
internasional dan kejuaraan liga nasional, dan menjadi klub Eropa pertama yang
mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.
Juventus
juga menjadi salah satu klub sepak bola Italia dengan jumlah fans terbesar, dan
diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve. Klub ini
menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal
dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi
penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.
Sejak
2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino yang menggantikan markas
sebelumnya yaitu Stadion Delle Alpi yang dirubuhkan dan dibangun ulang sebagai
stadion baru bernama Juventus Arena. Juventus resmi memakai stadion baru mereka
tesebut pada awal September 2011.
Juventus
didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan tahun 1897 oleh
siswa-siswa dari sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di daerah Liceo D’Azeglio,
Turin. Awal mula dibentuknya klub ini adalah sebagai pelampiasan dari anak-anak
yang saling berteman dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama dan
bersenang-senang serta melakukan berbagai hal positif. Usia anak-anak tersebut
rata-rata 15 tahunan, yang tertua berumur 17 dan lainnya di bawah 15 tahun.
Setelah itu, hal yang mungkin tidak jadi masalah sekarang ini tapi merupakan
hal yang terberat bagi pemuda-pemuda tersebut saat itu adalah mencari markas
baru. Salah satu pendiri Juventus, Enrico Canfari dan teman-temannya kemudian
memutuskan untuk mencari sebuah lokasi dan akhirnya mereka menemukan salah satu
tempat yaitu sebuah bangunan yang memiliki halaman yang dikelilingi tembok,
mempunyai 4 ruangan, sebuah kanopi dan juga loteng dan keran air minum.
Selanjutnya, Canfari menceritakan tentang bagaimana terpilihnya nama klub, segera
setelah mereka menemukan markas baru. Akhirnya, tibalah pertemuan untuk
menentukan nama klub dimana terjadi perdebatan sengit di antara mereka. Di satu
sisi, pembencinama latin, di sisi lain penyuka nama klasik dan sisanya netral.
Lalu, diputuskanlah tiga nama untuk dipilih; "Societa Via Port",
"Societa sportive Massimo D’Azeglio", dan "Sport Club
Juventus". Nama terakhir belakangan dipilih tanpa banyak keberatan dan
akhirnya resmilah nama klub mereka menjadi "Sport Club Juventus",
tetapi kemudian berubah nama menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun
kemudian. Klub ini lantas bergabung dengan Kejuaraan Sepak Bola Italia pada
tahun 1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan
celana hitam. Juve memenangi gelar Seri-A perdananya pada 1905, ketika mereka
bermain di Stadio Motovelodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna
pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County.
Pada
1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin. Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal
dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama FBC
Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole.
Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa
bertahan seusai Perang Dunia I.
Masuknya
Keluarga Agnelli dan merajai Italia (1923–1980)
Pemilik
FIAT, Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana
kemudian ia membangun stadion baru.[3] Hal ini memberikan semangat baru untuk
Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi scudetto dengan
mengalahkan Alba Roma dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi
klub super di Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930
sampai 1935, dibawah asuhan pelatih Carlo Carcano[21], dan beberapa pemain
bintang seperti Raimundo Orsi, Luigi Bertolini, Giovanni Ferrari dan Luis
Monti.
Juventus
kemudian pindah kandang ke Stadio Comunale, tetapi di akhir 1930-an dan di awal
1940-an mereka gagal merajai Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota
mereka, A.C. Torino. Secercah prestasi kemudian muncul di musim 1937-38 saat
Juve menjuarai Piala Italia pertama mereka setelah di final mengalahkan klub
sekota mereka, Torino.
Setelah
berada di posisi 6 pada musim 1940-41, Juve lantas merebut Piala Italia kedua
mereka di musim berikutnya. Di periode ini, Italia ikut Perang Dunia II dan ini
membuat jalannya Liga menjadi terhambat. Sepakbola Italia kemudian memutuskan
untuk terus berlangsung saat masa perang berjalan. Pada 1944, Juve ikut serta
dalam sebuah turnamen lokal, yang akhirnya urung diselesaikan. Pada 14 Oktober,
Liga kembali bergulir dan ditandai dengan derby Torino vs. Juventus. Torino
yang saat itu mendapat sebutan "Grande Torino" kalah 2-1 dari
Juventus. Namun di akhir musim justru Torino berhasil juara. Pada jeda musim
panas, sebuah peristiwa penting terjadi di Juve pada 22 Juli 1945, Gianni
Agnelli mengambil alih posisi presiden klub, meneruskan tradisi keluarga
Agnelli. Dalam kepempinannya, Agnelli mendatangkan Giampiero Boniperti dalam
jajaran staffnya. Ditambah amunisi baru seperti Muccinelli dan striker asal
Denmark John Hansen. Setelah Perang Dunia II usai Juve berhasil menambah dua
gelar Seri-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah kepelatihan orang Inggris, Jesse
Carver.
Gianni
Agnelli lantas meninggalkan klub pada 18 September 1954. Tahun ini periode
gelap Juve dimulai dengan hanya mampu finish di posisi 7. Musim berikutnya, di
bawah arahan manajer Puppo yang mengandalkan skuat muda Juve mulai mencoba
bangkit. Setelah serangkaian kekalahan karena skuat yang belum matang, pada
November 1956 kabar baik berembus dengan masuknya Umberto Agnelli sebagai
komisioner klub. skuat menjadi kuat dengan kedatangan beberapa pemain hebat
seperti Omar Sivori dan pemuda Wales bernama John Charles yang menemani para
punggawa lama seperti Giampiero Boniperti. Musim 1957-58, Juve kembali berjaya
di Seri-A, dan menjadi klub Italia pertama yang mendapatkan bintang kehormatan
karena telah memenangi 10 gelar Liga Seri-A. Di musim yang sama, Omar Sivori
terpilih menjadi pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik
Eropa. Juve juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan ACF
Fiorentina di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik
Juventus sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama
Juventus.
Di
era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi Seri-A yaitu di musim 1966–67. Tetapi
pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya sebagai klub terbaik
Italia. Di bawah arahan Čestmír Vycpálek, Juve berusaha bangkit di musim
1971-72. Di paruh pertama musim, Juve belum stabil dalam permainan dan di paruh
kedua mereka berhasil kembali ke performa terbaik terutama saat mencapai final
Fairs Cup (cikal bakal Piala UEFA) namun kalah dari Leeds United. Di pekan ke-4
liga, Juve kemudian berhasil mengalahkan AC Milan 4-1 di San Siro ditandai
permainan apik Bettega dan Causio. Namun beberapa saat kemudian, Bettega harus
istirahat karena sakit dan posisi pertama klasemen milik Juve menjadi terancam.
Untungnya mereka berhasil konsisten dan merebut scudetto ke-14 mereka.
Selanjutnya di musim 1972-73 Juve kedatangan Dino Zoff dan Jose Altafini dari
Napoli. Di musim ini, Juve dihadapkan pada jadwal di Seri-A dan kompetisi
Eropa. Setelah berjuang sampai menit akhir, Juve berhasil menyalip AC Milan,
yang secara mengejutkan kalah dipertandingan terakhir mereka, dan merebut
scudetto ke-15. Juve juga bahkan berhasil masuk final Piala Champions musim
tersebut, namun di mereka kalah dari Ajax Amsterdam yang dimotori oleh Johan
Crujff. Selanjutnya mereka berhasil menambah tiga gelar lagi bersama defender
Gaetano Scirea di musim 1974-75, 1976–77 dan 1977–78. Dan dengan masuknya
pelatih hebat bernama Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi
mereka di era 1980-an.
Scudetto
ke-20 dan merajai Eropa (1981–1993)
Era
tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat Seri-A porak poranda di 1980-an.
Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan gelar Seri-A empat kali di era
tersebut. Setelah 6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang menjuarai
Piala Dunia 1982 dengan Paolo Rossi sebagai salah satu pemain Juve kemudian
terpilih menjadi Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya
Piala Dunia pada tahun tersebut. ditambah dengan kedatangan bintang
PrancisMichel Platini, Juventus kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun
Juventus yang juga disibukkan dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi
dengan lambat. Hal itu ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di
pertandingan pembuka musim serta menang dengan tidak meyakinkan atas Fiorentina
dan Torino. Sementara di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan Hvidovre
(Denmark) dan Standard Liege (Belgia) di penyisihan. Akan tetapi, Juventus
kembali ke trek juara di musim dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus
perempat final Liga Champions. Selanjutnya, kemenangan atas Roma melalui 2 gol
dari Platini dan Brio membuat jarak keduanya berselisih 3 poin dengan Roma di
posisi puncak. Namun, karena konsentrasi Juve terpecah antara Serie A dan Liga
Champions akhirnya tidak berhasil mengejar AS Roma yang menjadi juara. Juventus
seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di Liga saat mereka bertemu Hamburg
di final Liga Champions tapi hal itu tidak terjadi. Berada di posisi kedua di
kompetisi domestic dan Eropa, Juventus akhirnya berhasil merebut gelar penghibur
saat menjuarai Piala Italia dan Piala Interkontinental.
Musim
panas 1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff gantung sepatu di
usia 41 tahun sedangkan Bettega beralih ke Kanada untuk mengakhiri karirnya di
sana. Juve lantas merekrut kiper baru dari Avellino: Stefano Tacconi dan
Beniamino Vinola dari klub yang sama. Sementara Nico Penzo menjadi pendampong
Rossi di lini depan. Juve pada saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi,
Liga dan Piala Winner. Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang
musim, Juve merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar
ini ditambah gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1 di
Basel pada 16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan merupakan prestasi
bagi kapten klub Scirea dan kawan-kawan.
Setelah
era keemasan Rossi usai, Michel Platini kemudian secara mengejutkan berhasil
menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985,
dimana sampai saat ini belum ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus
menjadi satu-satunya klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain
terbaik Eropa sebanyak empat tahun berurutan. Platini juga menjadi bintang saat
Juve berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu
gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan Liverpool FC dari Inggris
tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan
kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat kerusuhan dengan para hooligans
dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris dilarang mengikuti semua
kejuaraan Eropa selama lima tahun. Juventus kemudian merebut scudetto terakhir
mereka di era 1980-an pada musim 1985-86, yang juga menjadi tahun terakhir
Trappatoni di Juventus. Memasuki akhir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa
terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang Diego
Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milandan Inter Milan. Pada
1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk persiapan Piala
Dunia 1990.
Era
Marcello Lippi (1994–2003)
Marcello
Lippi mengambil alih posisi manajer Juventus pada awal musim 1994-95. Ia lantas
mengantarkan Juventus memenangi Seri-A untuk pertama kalinya sejak pertengahan
1980-an di musim 1994-95. Pemain bintang yang ia asuh saat itu adalah Ciro
Ferrara, Roberto Baggio,Gianluca Vialli dan pemain muda berbakat bernama
Alessandro Del Piero. Lippi memimpin Juventus untuk memenangi Liga Champions
Eropa pada musim itu juga, dengan mengalahkan Ajax Amsterdam melalui adu
penalti, setelah skor imbang 1-1 pada babak normal, dimana Fabrizio Ravanelli
menyumbangkan satu gol untuk Juve.
Sesaat
setelah bangkit kembali, para pemain Juventus yang biasa-biasa saja saat itu
secara mengagumkan bisa mengembangkan diri mereka menjadi pemain-pemain
bintang. Mereka adalahZinedine Zidane, Filippo Inzaghi dan Edgar Davids. Juve
kembali memenangi Seri-A musim 1996–97 dan 1997–98, termasuk juga Piala Super
Eropa 1996 dan Piala Interkontinental 1996. Juventus juga mencapai final Liga
Champions di musim 1997 dan 1998, tetapi mereka kalah oleh Borussia Dortmund
(Jerman) dan Real Madrid(Spanyol).
Setelah
dua musim absen karena dikontrak oleh Inter Milan (dan gagal), Marcello Lippi
kembali ke Juventus di awal 2001. Pria penyuka cerutu ini lantas membawa
beberapa pemain biasa, yang kembali ia berhasil sulap menjadi pemain hebat, di
antaranya Gianluigi Buffon, David Trézéguet, Pavel Nedvěd dan Lilian Thuram,
dimana para pemain tersebut membantu Juve kembali memenangi dua gelar Seri-A di
musim 2001-02 dan 2002-03. Juve juga berhasil maju kembali ke final Liga
Champions, sayangnya mereka kalah oleh sesama tim Italia lain, AC Milan. Tahun
berikutnya, Lippi diangkat menjadi manajer timnas Italia setelah bersaing ketat
dengan Fabio Capello, dan mengakhiri eranya sebagai pelatih terbaik Juventus di
era 1990-an dan awal 2000-an.
Juventus
telah bermain memakai kostum berwarna hitam dan putih ala zebra sejak tahun
1903. Aslinya, Juve bermain memakai kostum berwarna pink, tetapi karena satu
dan lain hal, salah satu pemain Juve malah tampil dengan pakaian belang.
Akhirnya Juve memutuska untuk beralih kostum menjadi belang hitam-putih.
Juventus
lantas menanyakan pada pemain yang memakai baju belang tersebut, yaitu orang
Inggris bernama John Savage, apakah ia bisa mengontak teman-temannya di Inggris
yang bisa menyuplai kostum Juve dengan warna tersebut. Ia lantas menghubungi
temannya yang tinggal di Nottingham, yang menjadi supporter Notts County, untuk
mengirim kostum belang hitam-putih ke Turin, dan temannya tersebut
menyanggupinya.
Logo
resmi Juventus Football Club telah mengalami berbagai perubahan dan modifikasi
sejak tahun 1920. Modifikasi terakhir adalah pada musim 2004-05. Dimana saat
itu mereka mengubah logo menjadi oval, dengan lima garis vertical, dan banteng
yang dibentuk dalam sebuah siluet. Dahulu sebelum musim 2004-05, Juve memiliki
sebuah symbol berwarna biru (yang merupakan symbol lain dari kota Turin).
Selain itu ditambahkan juga dua bintang yang menggambarkan mereka sebagai
satu-satunya klub yang mampu memenagi gelar Seri-A 20 kali. Sementara di era
1980-an, logo Juve lebih banyak dihiasi dengan siluet seekor zebra,
menggambarkan mereka sebagai tim zebra kuat di Seri-A.
Dalam
perjalanan sejarahnya, Juve telah memiliki beberapa nama julukan, la Vecchia
Signora (the Old Lady dalam bahasa Inggris atau "si Nyonya Tua" dalam
bahasa Indonesia) merupakan salah satu contoh. Kata "old" (tua)
merupakan bagian dari nama Juventus, yang berarti "youth" (muda)
dalam Latin. Nama ini diambil dari usia para pemain Juventus yang muda-muda di
era 1930-an. Nama "lady" (nyonya) merupakan bagian dari sebutan para
tifoso ketika memanggil Juve sebelum era 1930-an. Klub ini juga mendapat
julukan la Fidanzata d'Italia (the Girlfriend of Italy dalam bahasa Inggris
atau "Pacar Italia" dalam bahasa Indonesia), karena selama beberapa
tahun, Juve selalu memasok pemain baru dari daerah selatan Itala seperti dari
Naples atau Palermo, dimana selain bermain sebagai pemain sepak bola, mereka
juga bekerja untuk FIAT sejak awal 1930-an. Nama lain Juve adalah: I
Bianconeri(the black-and-whites, atau Si Belang) dan Le Zebre (the zebras, atau
Si Zebra) yang merujuk pada warna kostum Juventus.
Setelah
dua musim perdana mereka (1897 dan 1898), dimana Juve bermain di Parco del
Valentino dan Parco Cittadella, pertandingan-pertandingan selanjutnya di gelar
di Piazza d'Armi Stadium sampai 1908, kecuali di 1905 saat nama Scudetto
diperkenalkan untuk pertama kali, dan di 1906, dimana Juve bermain di Corso Re
Umberto.
Dari
1909 sampai 1922, Juve bermain di Corso Sebastopoli Camp, dan selanjutnya
mereka pindah ke Corso Marsiglia Camp dimana mereka bertahan sampai 1933, dan
memenangi empat gelar liga. Di akhir 1933 mereka bermain di Stadion Mussolini
yang disiapkan untuk Piala Dunia 1934. Setelah PDII, stadion tersebut berganti
nama menjadi Stadion Comunale Vittorio Pozzo. Juventus memainkan pertandingan
kandangnya di sana selama 57 tahun dengan total pertandingan sebanyak 890 kali.
Sampai akhir Juli 2003 tempat tersebut masih dipakai sebagai sempat latihan
Juve yang resmi.
Dari
tahun 1990 sampai akhir musim 2005-06, Juve menggunakan Stadion Delle Alpi,
sebagai kandang mereka yang aslinya dibangun untuk Piala Dunia 1990, sesekali
Juve juga menggunakan stadion lain seperti Renzo Barbera diPalermo, Dino
Manuzzi di Cesena dan San Siro di Milan.
Agustus
2006 Juve kembali bermain di Stadion Comunale, yang sekarang dikenal dengan
nama Stadion Olimpiade, setelah Stadion Delle Alpi dipakai dan kemudian
direnovasi untuk Olimpiade Musim Dingin Turin 2006.
Pada
November 2008 Juventus mengumumkan bahwa mereka akan menginvestasikan dana
sebesar €100 juta untuk membangunstadion baru di bekas lahan Stadion Delle
Alpi. Berbeda dengan Delle Alpi, stadion baru Juve ini tidak menyertakan
lintasan lari, dan jarak antara penonton dengan lapangan hanya 8,5 meter saja,
mirip dengan mayoritas stadion di Inggris, dimana kapasitasnya diperkirakan
akan berisi 41.000 kursi. Pekerjaan ini dimulai pada musim semi 2009, dan mulai
awal musim 2011-12 stadion tersebut kemudian dipakai untuk mengarungi musim dan
sejarah baru Juventus.
Juventus
merupakan salah satu klub sepak bola dengan jumlah pendukung terbesar di
Italia, dengan jumlah tifoso hampir 12 juta orang (32.5% dari total tifosi bola
di Italia), merujuk pada penelitian yang dilakukan pada Agustus 2008 oleh
harian La Repubblica, dan merupakan salah satu klub dengan jumlah supporter
terbesar di dunia, dengan jumlah fans hampir 170 juta orang(43 juta orang di
Eropa), selebihnya ada di Mediterrania, yang kebanyakkan diisi oleh imigran
Italia. Tim Turin ini juga mempunyai fans club yang cukup besar di seluruh
dunia, salah satunya di Indonesia melalui Juventini Indonesia.
Tiket-tiket
pertandingan kandang Juve memang tidak selalu habis setiap kali Juve bertanding
di Seri-A atau Eropa, kebanyakkan fans Juve di Turin mendukung tim kesayangan
mereka lewat bar-bar atau restoran. Di luar Italia, kekuatan supporter Juventus
sangatlah kuat. Juve juga sangat popular di Italia Utara dan Pulau Sisilia, dan
menjadi kekuatan besar saat Juve bertanding tandang, lebih dibandingkan para
pendukung di Turin sendiri.
Untuk
kawasan Indonesia sendiri sejak awal musim 2006-07 sudah berdiri sebuah
komunitas khusus bagi para penggemar Juventus, dengan nama Juventus Club
Indonesia (JCI). Komunitas ini kemudian diakui sebagai satu-satunya fans club
resmi Juventus untuk Indonesia pada awal musim 2008-09 setelah hampir tiga
tahun berjuang untuk mendapatkan lisensi dari pihak Juventus Italia.
Juventus
mempunyai beberapa rival utama di Italia. Pertama adalah klub sekota, FC
Torino, di mana setiap pertandingan derbi melawan Torino selalu dijuluki Derby
della Mole (Derby dari Torino) yang berawal sejak tahun 1906 di mana lucunya
Torino sendiri didirikan oleh mantan-mantan pemain Juventus. Rival Juve yang
lain di Italia adalah Internazionale; pertandingan Juve vs. Inter dijuluki
sebagai Derby d'Italia (Derby dari Italia). Sampai akhir musim 2006 ketika Juve
terlempar ke seri-B, Inter dan Juve merupakan dua tim yang tidak pernah
terdegradasi ke seri-B. Dua klub ini juga menjadi klub dengan fans terbesar di
Italia, sejak pertengahan 1990-an. Juve juga memiliki rival dengan AC Milan, AS
Roma dan AC Fiorentina.
Sementara
untuk kawasan Eropa sendiri, rival utama Juventus adalah Manchester United FC
dari Inggris dan FC Bayern Munich dari Jerman, dimana keduanya sangat sering
sekali bertemu di ajang Liga Champions Eropa. Satu lagi rival utama Juventus di
Eropa adalahLiverpool FC. Khusus Liverpool, tifosi Juve tidak akan pernah
melupakan tragedi kerusuhan Heysel 1985 (final Liga Champions 1985), dimana
sekitar 30 orang lebih pendukung Juventus tewas di stadion yang berada di
Belgia tersebut.
Website: www.juventus.com/
Sumber: Google